Kamis, 06 Agustus 2015

Gending Malang Harus Dimainkan dengan Bebauan Dupa, Ini Alasannya

Malang, Jawa Timur memiliki suara gending tersendiri. Alunan gending Malang memiliki banyak varian komposisi nada dan membuat orang ingin menari.
Kendati demikian, gending Malang tak populer, dan sudah tak pernah dimainkan lagi di tengah masyarakat.
Alunan gending jawa terdengar dari sebuah rumah berdinding anyaman bambu, alias gedek, bercat putih, Jalan Pelabuhan Bakauhuni, Kecamatan Sukun, Kota Malang pada Rabu (5/8/2015) siang.
Suara musik yang mereka mainkan tak jauh berbeda dengan gending Mataraman, atau dari Kerajaan Mataram, yang merupakan pusat perhatian kesenian tradisional selama ini. Suara gending yang terdengar kala itu harmonis dan pelan.
Kendati demikian, komposisi ketukan, variasi ketukan, serta nada yang para pelaku seni ini pilih sangat beragam. Variasi nada dari gamelan yang mereka mainkan ada banyak, dan terus berulang-ulang.
Suara gendang yang mereka mainkan juga terdengar sangat keras, dan menggema tak seperti gending Mataraman. Usut punya usut, gendang mereka saat itu berukuran besar. Diameternya sekitar 50 cm. Gendang saat itu dimainkan oleh Sumantri (61), pemilik rumah tersebut.
Sumantri bercerita, dirinya dahulu merupakan pemain Kendang Jegdong untuk pertunjukan wayang Jegdong. Nama Jegdong diambil dari iringan music pembuka kepyang, kendang dan gong. Ketika tiga alat musik ditabuh, muncul bunyi ‘jek dong’. Sayangnya, Wayang Jegdong saat ini sudah punah.

0 komentar :

Posting Komentar

 
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda, Semoga Bermanfaat !!!