TAK bisa dimungkiri, Malang Raya (Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu) hidup karena sektor wisata. Kota Batu dan Kabupaten Malang secara langsung menikmati pendapatan dari keelokan alam. Adapun Kota Malang berusaha menjaring wisatawan di dua wilayah tetangganya itu untuk berbelanja.
Selama ini Malang dikenal sebagai kota pengolah makanan, sayur, dan buah menjadi keripik. Kreativitas inilah yang menjadikan kota wisata ini menyuguhkan oleh-oleh khas, yaitu keripik.
Namun bukan hanya keripik yang bisa ditemukan di Malang Raya. Di Kabupaten Malang, usaha bordir di Istana Bordir Pakis bukan hanya memiliki pasar dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri, khususnya Timur Tengah.
Di Kota Malang, beragam usaha bertebaran mulai dari pembuatan shuttlecock dan raket badminton, mebel, keramik, hingga suvenir dari olahan limbah kayu. Selain pasar lokal, usaha ini juga memiliki pasar di luar kota dan luar pulau.
Model usaha di Malang Raya rata-rata bermula dari usaha kecil dan menengah perseorangan. Kemudian, usaha ini berkembang dan ditiru oleh orang lain hingga menjadi usaha massal. Lama-lama, sebagian dari mereka menjadi industri. Uniknya, usaha ini berkembang jadi massal karena pengusaha yang mengembangkannya pertama kali tidak pelit berbagi ilmu dengan tetangganya.
Tanpa sadar, usaha kecil dan menengah (UKM) sejenis pun mengumpul di satu kawasan sehingga muncul sejumlah sentra (baik resmi atau tidak) UKM di Kota Malang. Misalnya, sentra keramik di Kelurahan Dinoyo, sentra shuttlecock di Kelurahan Arjosari, sentra handycraft dari manik-manik di Kelurahan Bunulrejo, atau sentra marning jagung di Kelurahan Pandanwangi.
Menariknya, untuk menjadi kota dengan aneka kreativitas ini tak dipengaruhi oleh peran satu-dua elemen saja. Kepala daerah, birokrasi, dan masyarakatnya memiliki semangat yang sama untuk memajukan kota, melalui pengembangan UKM.
Kota Batu misalnya, memiliki wali kota yang sejak awal pemerintahannya mencanangkan kota itu sebagai kota wisata. Promosi gencar dan pembangunan aneka fasilitas penunjang wisata, membuat dalam tujuh tahun kepemimpinan sang wali kota, Kota Batu mampu berubah dari kota agrobisnis menjadi kota wisata.
Alun-alun Kota Batu, Jawa Timur, Jumat (15/11/2013). Penataan yang baik dan penambahan arena bermain oleh Pemerintah Kota Batu membuat alun-alun menjadi sarana sosialisasi yang ramai dikunjungi warga, khususnya pada hari libur.
Dampaknya, investor pun berdatangan dan menyulap Kota Batu menjadi kota kunjungan. Dengan berkembangnya sektor wisata, masyarakat Kota Batu melihat celah usaha. Aneka usaha yang dibuat ternyata laris manis diserbu wisatawan, mulai dari usaha olahan makanan, berjualan sayur dan bunga, atau tetap berpegang pada usaha agroindustri seperti petik buah dan sayur.
Sentra
Peran Kota Batu dan Kabupaten Malang sebagai kota wisata pun berimbas bagi Kota Malang. Kota Malang akhirnya ”dipaksa” berinovasi agar wisatawan yang ingin berwisata ke Kota Batu dan Kabupaten Malang tidak lewat begitu saja.
Untuk ”menangkap” potensi wisatawan yang semula hanya melintas, Kota Malang gencar membuat sentra UKM. Di kota yang bukan produsen pertanian ini, warganya berinovasi memanfaatkan aneka produk pertanian dari Kota Batu dan Kabupaten Malang sebagai produk olahan.
Terciptalah kreasi keripik buah, tempe, dan bakso aneka rasa yang menjadi khas Malang. Tempe disulap sedemikian rupa menjadi brownies, hingga lele disulap menjadi dawet. Semua inovasi masyarakat ini bisa ditawarkan kepada wisatawan sebagai oleh-oleh. Meski begitu, muncul juga aneka produk lain yaitu shuttlecock dan suvenir seperti kalung dan tasbih.
”Kami bukan kota produsen sehingga harus bisa mengolah produk di sekitar kami menjadi barang berharga. Kota Malang pun tidak memiliki tujuan wisata alam seperti Kota Batu dan Kabupaten Malang, sehingga kami mengolah aneka hal untuk ditawarkan sebagai suvenir bagi wisatawan yang pasti melintas di Kota Malang,” tutur Supriyadi, Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kota Malang.
Jika kepala daerah di Kota Batu menjadi faktor penting penguat ekonomi masyarakat, di Kota Malang pun birokrasi dan pemerintahannya mendukung perkembangan usaha masyarakat. Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang, misalnya, setiap tahun memberikan pelayanan pengurusan hak kekayaan intelektual (HKI) dan merek gratis bagi UKM serta membuatkan ruang pamer di depan kantor dinas.
Klinik UKM
Bukan itu saja, Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang bermitra dengan konsultan ekonomi untuk membuat ”klinik UKM”. Klinik ini bertugas menjadi konsultan bisnis dan memberikan pendampingan bagi usaha yang mulai berjalan.
”Kami membantu memberikan konsultasi bisnis. Juga memberikan pendampingan bisnis, misalnya terkait perjanjian kerja sama dengan luar kota, membantu mencarikan akses modal, hingga membantu mendekati pasar dengan mengajak berpameran,” tutur Irfan Fatoni, konsultan UKM di Klinik UKM Kota Malang.
terimakasih banyak, sangat menarik sekali...
BalasHapus