WISATA PEMANDIAN SUMBER MARON

Wisata Pemandian Sumber Maron dengan kejernihan air yang begitu jernih.

BENDUNGAN SUMBER MARON

Bendungan SUMBER MARON yang dapat menampung debit air, menjadikan sumber energi Listrik Tenaga Micro Hidro (PLTMH).

TENAGA LISTRIK MICRO HIDRO

Terinstalasinya Listrik Micro Hidro menjadikan salah satu potensi yang sangat membanggakan masyarakat setempat.

LOKASI STUDY BANDING dan WAHANA EDUKASI

Tempat Wisata Pemandian "Sumber Maron" dan Tenaga Listrik Micro Hidro menjadikan salah satu Wahana Edukasi dan Study Banding bagi semua kalangan baik lokal maupun internasional.

KEINDAHAN AIR TERJUN "GROJOKAN SEWU"

Wisatawan yang selalu membanjiri lokasi Tempat Wisata Sumber Maron dengan keindahan Air Terjun "Grojokan Sewu".

Selasa, 29 September 2015

Program Kelompok Tani "Pangan Makmur " Menghadapi Swasembada Pangan 2017

Untuk merealisasikan target swasembada pangan yang dijadikan fokus pemerintahan Jokowi, Kementerian Pertanian melakukan akselerasi dengan cara perbaikan irigasi, distribusi bibit dan pupuk, juga bantuan pendagaan alsintan (alat & sistem pertanian). Seperti yang termaktub dalam peraturan menteri pertanian No. 3 Tahun 2015 tentang Pedoman Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai.

Kelompok Tani (Poktan) "Pangan Makmur" Desa Karangsuko, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang telah mempunyai Program - Program yang nantinya bisa di implementasikan dalam meningkatkan jumlah produksi panen tanaman pangan. 
Dengan letak geografis dan luas lahan pertanian kurang lebih 125 Ha dan pasokan air yang cukup memadai, maka program yang telah dicanangkan oleh Pemerintah dalam Swasembada Pangan akan terealisasi dengan baik.

Adapun Program-Program untuk mencapai target Swasembada Pangan diantaranya :

1. Pengendalian Hama Tikus.


Perangkap Tikus dengan menggunakan Bubu

Gotong-royong mendirikan Rumah Burung Hantu

Rumah Burung Hantu

Persemaian Berkelompok

2. Pelatihan Budidaya Tanaman Padi (Sekolah Lapang).


3. Study Banding



4. Kluster dari Bank Indonesia Malang.
 

Semoga dengan program-program yang telah dicanangkan oleh Kelompok Tani "Pangan Makmur" Desa Karangsuko ini bisa berjalan dengan baik...




Rabu, 16 September 2015

Destinasi Wisata Baru Pemandian Alam "SUMBER JERUK"


"Sumber Jeruk" begitulah kami menyebutnya sehari-hari dimana tempat tersebut sewaktu kami kecil dahulu adalah tempat kami dan warga sekitar bermain air, mandi, mencuci pakaian dan untuk konsumsi air minum sehari-hari, entah dari mana asal usul dan sejarahnya dinamakannya Sumber Jeruk, sampai saat ini masih belum jelas dan akurat beritanya. Entah dahulu kala dilokasi tersebut banyak tumbuh tanaman buah Jeruk atau bagaimana, tapi yang jelas saat ini tidak ada satupun tanaman buah Jeruk berada di lokasi tersebut yang ada hanyalah hamparan tanaman padi dan pepohonan.

Saat ini Sumber Jeruk mendapat dana untuk Kegiatan Prasarana Konservasi Sumber Daya Air  dari dana APBN Murni melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Brantas yang diperkirakan lama pembangunannya 180 hari (6 bulan) dengan besaran dana Rp. 1.285.843.000.


Pembangunan Sumber Jeruk ini nantinya akan menjadi Destinasi Wisata baru bagi warga Kabupaten Malang khususnya, diperkirakan setelah pembangunan ini selesai, tidak menutup kemungkinan menjadi salah satu icon baru di Desa Karangsuko selain Tempat Wisata Sumber Maron dan Sumber Taman yang sudah banyak dikenal oleh warga sekitar Kabupaten Malang dan Luar Kabupaten Malang.


Tidak kalah pentingnya lagi dengan pasokan air yang begitu melimpah dari Sumber Jeruk, Pemerintah Desa setempat mempunyai suatu Program yaitu akan mengalirkan air dengan sarana Pompa Air (Dongki) dari lokasi Sumber Jeruk menuju ke Waduk yang telah selesai terbangun di Sawah Timur. Selama ini kondisi lahan para petani sangat memprihatinkan karena kurangnya pasokan air untuk mengairi sawah dan ladang mereka, hal ini dikarenakan pasokan air dari daerah Kedungkandang Kota Malang sangat minim sekali sehingga warga petani sering mengalami gagal panen.

Foto Waduk Sawah Timur

"Pembangunan Sumber Jeruk sampai saat ini sudah mencapai 60 persen, dan nantinya akan dikelilingi oleh pagar pelindung untuk keselamatan wisatawan dan sarana jalan akan dipaving sepanjang 300 meter" tutur Bapak Zaini selaku Pengawas Pelaksana dari Dinas PU Brantas.

Diperkirakan nanti akhir bulan Oktober pembangunan akan selesai 100 persen, setelah pembangunan selesai langsung akan diadakan serah terima dari dinas terkait kepada Pemerintah Desa Karangsuko. Untuk Pengelolaan dan Perawatannya nanti akan diatur dalam Peraturan Desa (Perdes) sebagaimana disampaikan Bapak Rusman selaku Kepala Desa Karangsuko saat ini.

Senin, 07 September 2015

Video Keindahan Alam Tempat Wisata "Sumber Taman"


Indonesia merupakan negara yang memiliki berjuta keindahan Panorama didalamnya. Kekayaan akan sumber daya alamnya merupakan daya tarik tersendiri bagi nerga-negara lain. Tentunya pemandangan dan keindahan alamnya juga banyak dan beragam, mulai dari sabang sampai merauke terdapat keindahan alam yang tersembunyi yang tidak dimiliki oleh negara lain. Maka dari itu cintailah dan rawatlah alam yang kita miliki ini.

Berikut adalah Video salah satu keindahan kekayaan alam di desa kami yaitu "Wisata Air Sumber Taman"





Mulai Pudarnya Budaya "Gotong Royong"

Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Masyarakat desa adalah masyarakat yang kehidupannya masih banyak dikuasai oleh adat istiadat lama. Adat istiadat adalah sesuatu aturan yang sudah mantap dan mencakup segala konsepsi sistem budaya yang mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial hidup bersama, bekerja sama dan berhubungan erat secara tahan lama, dengan sifat-sifat yang hampir seragam.

Masyarakat pedesaan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Sederhana; Sebagian besar masyarakat desa hidup dalam kesederhanaan. Kesederhanaan ini terjadi karena dua hal: a. Secara ekonomi memang tidak mampu ; b. Secara budaya memang tidak senang menyombongkan diri;
  2. Mudah curiga; Secara umum, masyarakat desa akan menaruh curiga pada: a) Hal-hal baru di luar dirinya yang belum dipahaminya b) Seseorang/sekelompok yang bagi komunitas mereka dianggap “asing”
  3. Menjunjung tinggi “unggah-ungguh”. Sebagai “orang Timur”, orang desa sangat menjunjung tinggi kesopanan atau “unggah-ungguh” apabila: a) Bertemu dengan tetangga; b) Berhadapan dengan pejaba; c) Berhadapan dengan orang yang lebih tua/dituakan d) Berhadapan dengan orang yang lebih mampu secara ekonomi; dan e) Berhadapan dengan orang yang tinggi tingkat pendidikannya
  4. Guyub, kekeluargaan; Sudah menjadi karakteristik khas bagi masyarakat desa bahwa suasana kekeluargaan dan persaudaraan telah “mendarah-daging” dalam hati sanubari mereka.
  5. Lugas; “Berbicara apa adanya”, itulah ciri khas lain yang dimiliki masyarakat desa. Mereka tidak peduli apakah ucapannya menyakitkan atau tidak bagi orang lain karena memang mereka tidak berencana untuk menyakiti orang lain. Kejujuran, itulah yang mereka miliki.
  6. Tertutup dalam hal keuangan; Biasanya masyarakat desa akan menutup diri manakala ada orang yang bertanya tentang sisi kemampuan ekonomi keluarga. Apalagi jika orang tersebut belum begitu dikenalnya. Katakanlah, mahasiswa yang sedang melakukan tugas penelitian survei pasti akan sulit mendapatkan informasi tentang jumlah pendapatan dan pengeluaran mereka.
  7. Perasaan “minder” terhadap orang kota. Satu fenomena yang ditampakkan oleh masayarakat desa, baik secara langsung ataupun tidak langsung ketika bertemu/bergaul dengan orang kota adalah perasaan mindernya yang cukup besar. Biasanya mereka cenderung untuk diam/tidak banyak omong.
  8. Menghargai (“ngajeni”) orang lain. Masyarakat desa benar-benar memperhitungkan kebaikan orang lain yang pernah diterimanya sebagai “patokan” untuk membalas budi sebesar-besarnya. Balas budi ini tidak selalu dalam wujud material tetapi juga dalam bentuk penghargaan sosial atau dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan “ngajeni”.
  9. Jika diberi janji, akan selalu diingat; Bagi masyarakat desa, janji yang pernah diucapkan seseorang/komunitas tertentu akan sangat diingat oleh mereka terlebih berkaitan dengan kebutuhan mereka. Hal ini didasari oleh pengalaman/trauma yang selama ini sering mereka alami, khususnya terhadap janji-janji terkait dengan program pembangunan di daerahnya.
  10. Suka gotong-royong. Salah satu ciri khas masyarakat desa yang dimiliki dihampir seluruh kawasan Indonesia adalah gotong-royong atau kalau dalam masyarakat Jawa lebih dikenal dengan istilah “sambatan”. Uniknya, tanpa harus dimintai pertolongan, serta merta mereka akan “nyengkuyung” atau bahu-membahu meringankan beban tetangganya yang sedang punya “gawe” atau hajatan. Mereka tidak memperhitungkan kerugian materiil yang dikeluarkan untuk membantu orang lain. Prinsip mereka: “rugi sathak, bathi sanak”. Yang kurang lebih artinya: lebih baik kehilangan materi tetapi mendapat keuntungan bertambah saudara.
  11. Demokratis; Sejalan dengan adanya perubahan struktur organisasi di desa, pengambilan keputusan terhadap suatu kegiatan pembangunan selalu dilakukan melalui mekanisme musyawarah untuk mufakat. Dalam hal ini peran BPD (Badan Perwakilan Desa) sangat penting dalam mengakomodasi pendapat/input dari warga.
  12. Religius; Masyarakat pedesaan dikenal sangat religius. Artinya, dalam keseharian mereka taat menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya yang bernuansa keagamaan. Misalnya: tahlilan, rajaban, Jumat Kliwonan, dll.
Ciri-ciri yang telah diungkapkan di atas yang seharusnya menjadi identitas mereka, di sebagian masyarakat pedesaan hal tersebut telah pudar bahkan sebagian lagi telah hilang ditelan zaman. Contoh konkrit, gotong royong. Masyarakat pedesaan tempo dulu menjadikan gotong royong sebagai sebuah kearifan lokal. Bahkan menjadi sebuah gunjingan di kalangan masyarakat jika ada seseorang yang tidak mau ikut campur dalam kegiatan tersebut. Tapi sekarang, hal ini telah dilupakan dan terkesan individualis, yang notabene hidup individualis adalah ciri masyarakat perkotaan dan perumahan.

Hal di atas saya utarakan lihat ketika saya sering berkunjung bersilaturahmi kepada keluarga di kampung. Atmosfir yang saya rasakan jauh berbeda dengan dahulu ketika hidup di sana. Sebuah misal, jika ada seseorang yang baru datang berbelanja untuk bahan bangunan, seperti pasir, genteng, semen, dan sebagainya, dalam sekejap bahan tersebut dari pinggir sudah habis di angkut ke lokasi di mana orang tersebut mau membangun, tanpa sepeser pun upah yang dikeluarkan, paling hanya sekedar air dan makanan alakadarnya. Tapi sekarang, hal itu sudah tidak dapat dirasakan lagi, semuanya serba pakai uang.

Contoh lain yang saya ingat, ketika pemugaran musholla "An - Nur" di RT saya yang memang sudah tidak layak, dan seluruh warga RT secara bergotong royong saling bahu membahu baik menyumbangkan tenaga dan materi demi terselesaikannya pemugaran musholla.

Dari contoh di atas, saat ini sulit untuk ditemukan. Hal ini terjadi, karena proses akulturasi budaya masyarakat perkotaan dengan masyarakat pedesaan yang disebabkan oleh urbanisasi besar-besaran dari desa ke kota. Masyarakat desa yang sebagian besar terkesan polos, akhirnya mereka dengan mudah menerima budaya lain tanpa melakukan filter. Di samping urbanisasi, kemajuan teknologi komunikasi, juga memberikan andil besar dalam merubah budaya masyarakat desa.

Untuk menjaga nilai-nilai positif masyarakat pedesaan dan menyaring masuknya budaya-budaya lain yang kurang cocok, hendaknya pemerintah desa dan tokoh masyarakat pedesaan berkewajiban untuk mengkampanyekan dan menanamkan nilai-nilai ”ke’arifan lokal” masyarakat lingkungan desa tersebut. Namun, di samping itu, keseimbangan perlu dipegang. Oleh karenanya, prinsip ”Memegang nilai-nilai lama yang layak (Shalih) dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih layak (Ashlah).” perlu mendapat perhatian.

 
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda, Semoga Bermanfaat !!!